Rabu, 27 Mei 2009

Tutorial - Cat Tembok - Bagian 3 - Testing Untuk Penentuan Kualitas Cat Tembok

Kita mulai pembahasan yang lebih teknis disini dimana akan semakin banyak istilah teknis yang digunakan. Blog ini adalah sebagai sarana berbagi saja, banyak sekali aspek teknis yang berhubungan dengan cat tembok, untuk tukar pikiran lebih lanjut bisa melalui komentar ataupun email.

Kualitas cat tembok dilihat dari beberapa jenis performance, sebelum aplikasi, saat aplikasi, dan setelah aplikas pada lapisan cat-nya (selanjutnya disebut : film). Sesaat setelah diaplikasi, maka terbentuk permukaan film diatas substrate (dalam hal ini tembok). Setelah cat kering, selanjutnya bisa ditentukan performance dari film tersebut.

Adapun performance umum yang diukur (sebelum, saat, dan setelah aplikasi) adalah antara lain :

1. Adhesi

Untuk tembok lama - substrate harus sudah bersih dan kering, jika pengecatan dilakukan dengan "menumpuk" pada permukaan cat lama, maka adhesi yang terjadi adalah tetap adhesi cat lama dengan tembok, dan adhesi cat baru dengan cat lama. Pengukuran adhesi bisa dengan cross-cut test (cross-cut dengan cutter berbentuk kotak-kotak tiap 1 mm sebanyak 11 line x 11 line, kemudian memakai selotip 3M 0.5 inch, dan ditarik, check apakah ada lapisan film terbawa). Testing adhesi ini biasanya dilakukan setelah cat tembok benar2 kering, dan biasanya terjadi minimal 7 (tujuh) hari setelah pengecatan.

Agar adhesi bagus, untuk aplikasi pengecatan tembok baru - sebaiknya tembok sudah kering benar, biasanya sekitar 7 (tujuh) hari setelah penembokan dan tembok baru tersebut tidak "berkeringat" lagi. Sebaiknya aplikasi pengecatan dilakukan 30 (tiga puluh) hari setelah penembokan (standard international) untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Sebelum dicat, sebaiknya tembok juga diberi Alkali-Sealer yang banyak juga dijual di toko cat untuk menghindari kerusakan cat setelah aplikasi. Jangan menggunakan lem putih sebagai bahan plamur / dasar cat, gunakan alkali-sealer yang sesuai.

Untuk tembok lama, disarankan sebaiknya cat lama dikerok dulu dan dibersihkan sebelum aplikasi cat baru.


2. Scrub Resistance

Ini adalah test untuk menentukan kekuatan film pada cat tersebut. Penentuannya berdasarkan dengan test menggunakan alat : WASHABILITY SCRUB TESTER atau WET SCRUB ABRASER. Cat diaplikasikan pada lembaran khusus (Standard : Leneta P121-N), kemudian setelah 7 hari ditest pada alat ini. Hasil adalah berupa berapa banyak scrub cycle film tersebut mampu bertahan, semakin tinggi nilai yang dihasilkan maka berarti akan semakin baik kualitas film yang terbentuk dari cat tersebut. Ini merepresentasikan kekuatan / daya tahan film yang dihasilkan.


3. Dirt Pick Up Resistance

Tidak bisa dipungkiri untuk kondisi seperti di Indonesia, faktor debu ataupun kotoran amat sangat dominan. Permukaan film akan dengan mudah menjadi kotor dan kusam karena debu/kotoran yang menempel. Pengetesan ini biasanya dilakukan dengan mengaplikasikan film pada kertas aplikasi, kemudian film itu didekatkan ke knalpot selama beberapa saat, setelah itu dilihat seberapa banyak kotoran gas knalpot yang menempel dan seberapa mudah dibersihkannya. Semakin sedikit kotoran yang menempel, semakin mudah dibersihkan, artinya kualitas cat semakin bagus.


4. Sag & Levelling


Tembok yang dicat kebanyakan adalah vertikal. Performance cat yang diukur pada sag & levelling test ini sangat menentukan kualitas aplikasi cat tembok. Bayangkan jika tembok tinggi dicat, tiba2 cat yang masih basah di bagian atas tembok mulai jatuh mengalir kebawah sehingga permukaan film terbentuk aliran, tentunya akan menghasilkan permukaan yang tidak rata. Cara pengukurannya adalah dengan menggunakan alat khusus yang disebut SAG & LEVELLING tester. Ini adalah aplikator stainless steel pada berbagai macam ketebalan film. Setelah diaplikasikan di kertas khusus, kemudian ditaruh vertikal (biasanya digantung) untuk melihat pada ketebalan bervariasi tersebut, apakah terjadi sag pada film yang diaplikasikan.


5. Hiding Power


Istilahnya adalah daya tutup / daya sebar cat. Dengan jumlah cat seberapa mampu menutup permukaan tembok seluas seberapa. Secara awam, hiding power tentunya dilihat saat aplikasi, permukaan berwarna tertentu, diaplikasikan (ditumpuk) dengan cat tembok baru (sesuai dengan petunjuk pemakaian dan tidak diencerkan berlebihan), apakah pada 1x lapisan cat sudah mampu menutup warna dibawahnya? Apakah perlu beberapa kali lapisan cat agar warna dibawahnya tertutup?

Diatas adalah cara awam penentuan hiding power. Cat dengan hiding power baik tentunya akan memberikan daya sebar lebih banyak. Dengan hiding power bagus, 1x kali kuas/rol saja mungkin sudah mampu mendapatkan daya tutup yang sesuai, sehingga akan irit pemakaian catnya. Cat dengan hiding power jelek, bisa perlu beberapa kali kuas/rol baru memberikan daya tutup yang diharapkan. Test standard penentuan hiding power adalah dengan menggunakan Reflectometer.


6. MFFT (Minimum Film Forming Temperature) dan Open Time

Dua hal ini adalah istilah teknis yang berhubungan dengan cat tembok water based, dan ini nantinya akan sangat berpengaruh pada resin/binder/latex yang digunakan dan additifnya (coalescent). Akan dibahas lebih mendalam pada bahan baku.

MFFT adalah suatu kondisi suhu dimana cat tembok itu bisa kering. Untuk aplikasi, tentunya rentang suhu ruang saat aplikasi adalah rentang suhu dimana cat tersebut bisa mengering. Jika ini tidak tercapai, maka cat tidak akan bisa kering biarpun menunggu lama setelah aplikasi dilakukan. MFFT akan sangat berhubungan dengan Tg (Glass Transition Temperature) dan Coalescent yang akan dibahas pada tutorial berikutnya tentang bahan baku pembuatan cat tembok.

Open Time adalah waktu yang tersedia untuk melakukan aplikasi sebelum cat mengering. Pada saat cat diaplikasi, tentunya kita tidak ingin cat kering instant, karena ada kemungkinan perlu dikuas / dirol ulang berkali-kali karena kendala aplikasi atau daya tutup kurang. Jika pada saat aplikasi cat langsung kering, tentu pada saat pengecatan akan terjadi ketidak seragaman warna. Selain itu, open time juga berarti pada saat kaleng dibuka saat aplikasi, maka tidak serta merta cat-nya kering di dalam pail / kaleng, tapi tetap bertahan dalam kondisi "basah" sampai aplikasi selesai (atau jika sisa disimpan kembali).


7. Spatter Resistance


Uji spatter (cipratan) berfungsi untuk menentukan apakah terjadi cipratan yang berlebihan pada saat aplikasi. Cat yang diformulasi dengan baik tidak akan menimbulkan cipratan berlebihan, sehingga akan lebih mudah diaplikasi.


8. Settling / Slump


Periksa, apakah ada settling/slump (endapan) pada kaleng cat sesaat setelah dibuka (jangan diaduk dulu). Jika terjadi endapan, maka ada problem rheology di formulasi cat tersebut. Cat yang diformulasi dengan baik tidak menimbulkan efek seperti ini.


9. Color Separation


Sesaat setelah kaleng dibuka, lihat apakah terjadi pemisahan warna (warna tidak homogen). Jika ini terjadi, maka berarti cat tidak diformulasi dengan baik, terutama untuk aplikasi pencampuran warnanya, terjadi inkompatibilitas atau penggunaan additif yang kurang. Seperti diketahui untuk cat tembok kebanyakan warnanya adalah warna-warni pastel (warna muda cerah). Warna pastel ini terbentuk dari campuran beberapa macam pigment, terutama pigment putih dan pigment warna lainnya. Jika terjadi pemisahan warna, berarti formulasi warna dalam cat tersebut tidak sempurna, sehingga setelah aplikasi terjadi pemisahan warna seperti itu (tidak mau bercampur).


10. Syneresis


Yang dimaksud dengan syneresis adalah terjadinya pemisahan antara lapisan cat dengan lapisan bening (seperti) minyak diatasnya. Jika sesaat setelah kaleng cat dibuka seperti terlihat lapisan minyak diatasnya, berarti ada problem stabilitas dengan formulasi cat tersebut. Problem stabilitas itu bisa karena rheology maupun penggunaan additif berbasis minyak/solvent yang tidak sesuai. Perlu diingat bahwa biarpun cat tembok disebut water based, tapi tidak ada formulasi yang menggunakan 100% water based. Selalu ada penggunaan solvent tertentu yang membantu terbentuknya cat water based tersebut. Sehingga istilah yang benar adalah WATER-BORNE, karena biar bagaimanapun, selalu ada komponen non-water yang dimasukkan didalamnya. Pencampuran komponen water dan non-water tentunya membutuhkan emulsifikasi yang sempurna dan additif yang sesuai. Tanpa ini, maka akan terjadi pemisahan seperti ditunjukkan adanya "efek berminyak" pada permukaan kaleng.


11. Wetting


Cat yang bagus memilik daya membasahi substrate dengan baik. Jadi saat diaplikasi, cat tersebut mampu membasahi tembok dengan sempurna (semua bidang terbasahi), kemudian mengering disana. Jika terjadi masalah wetting pada cat, maka akan mempengaruhi faktor adhesi seperti yang dibahas diatas.


12. Weathering Resistance

Untuk menentukan kualitas film setelah aplikasi, apakah tahan terhadap weathering test atau tidak. Untuk cat tembok exterior tentunya harus ditest secara lebih intensif untuk menenetukan kualitas cat tersebut pada penggunaan exterior. Accelerated test yang dilakukan bisa menggunakan alat tester UV-B, SUN, ataupun TRAC. Alat tersebut berharga mahal, hanya pabrikan besar yang memiliki alat tersebut. Beberapa contoh suppliernya adalah Q-Lab dan ATLAS. Salah satu petunjuk bahwa film tidak tahan untuk aplikasi exterior adalah film menjadi menguning (pada kondisi ekstrim, maka film akan pecah/cracking). Jika terjadi film menguning, maka bisa diukur dengan Color-Meter untuk menentukan nilai L-a-b yang menunjukan perbedaan warna sebelum dan sesudah testing.


13. Chalking

Chalking disebut juga sebagai efek kapur. Cat tembok yang murah (high-pvc / flat paint, lihat tutorial sebelumnya), biasanya menggunakan filler dalam jumlah yang sangat banyak. Ada kemungkinan resin/latex/binder yang dipakai tidak cukup untuk membasahi semua permukaan filler yang dimasukkan ke dalam formulasi, sehingga filler tersebut tidak terikat dan tertinggal di permukaan cat. Jika film kering yang dihasilkan dipegang terjadi efek kapur, atau jika baju/celana kita menyentuh tembok kemudian terlihat ada efek kapur yang menempel, sudah dipastikan ada efek chalking yang terjadi. Hal ini biasanya terjadi pada cat tembok flat atau cat tembok murah (high-pvc paint).


14. Film Defect

Permukaan cat tembok setelah diaplikasi dapat diamati untuk menentukan apakah ada kerusakan atau tidak.

Beberapa kerusakan yang mungkin timbul dan bisa diamati secara visual antara lain :
* Retak-retak / pecah-pecah
* Blister atau meletup / menggelembung
* Berlubang atau pin-hole

Jika hal ini terjadi karena formulasi cat tidak optimal, dan bahan baku yang digunakan kurang cocok atau tidak sesuai. Formulasi cat tersebut harus dibenahi agar bisa menghasilkan cat yang lebih baik lagi.



Seperti dilihat pada pembahasan diatas, ada banyak sekali faktor2 yang mempengaruhi kualitas cat tembok tersebut. Selanjutnya akan dibahas tentang bahan baku pembuatan cat tembok.

7 komentar:

  1. Pada pembahasan no.8 mengenai settling/slump, dikatakan bahwa jika terjadi endapan, maka ada problem didalam rheology diformulasi cat tsb.
    Dalam jangka berapa lama biasanya cat normal akan settling, dan berapa persenkah minimal rheology yg harus dipakai dalam 1 formulasi cat agar tidak terjadi settling ?

    apakah type binder dapat mempengaruhi terjadinya settling ?

    BalasHapus
  2. Cat tembok High PVC akan cenderung lebih mudah settling karena banyaknya filler (padatan) yang ditambahkan di formulasi sehingga density dari cat tembok tersebut menjadi "berat" dan mudah mengendap. Adapun rheology modifier additif berfungsi sebagai bahan additif untuk "memegang" filler tersebut agar tidak terjadi settling. Ada bermacam-macam rheology modifier yang ada di pasaran, dan pemilihan rheology ini amat sangat menentukan untuk mendapatkan performance cat tembok yang diinginkan. Pembahasan selanjutnya akan tentang rheology. Terus terang saja, topik soal rheology ini sangat kompleks.

    Di bagian terakhir tutorial nantinya akan saya berikan beberapa contoh formulasi cat tembok beserta persentase masing-masing bahan bakunya sebagai acuan.

    Juga saya akan memberikan beberapa bahan baku cat tembok yang bisa dijadikan sebagai "tagline marketing", seperti misalnya "Anti Jamur & Lumut / Anti Bakteria / Anti Ciprat / Mudah Diaplikasikan / dll"

    Sabar yah, banyak banget soalnya, cat water-borne adalah cat yang paling kompleks, tetapi juga paling banyak dari segi volume dan aplikasinya.

    BalasHapus
  3. terima kasih atas tanggapannya, saya semakin menarik untuk mengikuti blog anda dan tidak sabar akan pembahasan2 selanjutnya, ditunggu.

    BalasHapus
  4. Kalau boleh tahu, anda bergerak dalam bidang usaha apa?

    BalasHapus
  5. pembahasan no.7, mengenai splater atau cipratan, apa faktor utama yg membuat cat terlalu banyak splater ? apakah kurangnya viscosity didalam cat tsb yg dalam hal ini kurangnya thickener atau pemilihan thickener yg kurang pas, atau ada faktor lain ?

    oh btw, saya hanya orang awam yg yang ingin mengetahui lebih dalam tentang cat tembok, karena blog anda membahasnya dengan ringkas, mudah dimengerti dan terus terang menarik saya untuk mengetahui seluk beluk cat lebih dalam lagi terutama cat tembok karena anda mengemasnya dalam bahasa yg menarik dan mudah dimengerti.

    saya bekerja dalam bidang industry dan tahu sedikit mengenai cat tembok, moga moga dengan adanya blog anda ini, wawasan saya akan semakin bertambah, terima kasih.

    BalasHapus
  6. Dari pembahasan mengenai rheology modifier dan thickener, dikenal bermacam-macam thickener yang bekerja pada shear rate tertentu. Thickener paling umum adalah HEC yang bekerja sangat baik pada kondisi low shear / no shear, tapi tidak begitu baik pada kondisi medium dan high shear. Pada saat aplikasi, cat berada dalam kondisi high shear (lapisan tipis dan dikuas/dirol), sehingga thickener jenis HEC saja tidak mencukupi untuk mendapatkan efek thixotropic flow, sehingga diperlukan thickener jenis medium dan high shear, untuk mendapatkan rheology terbaik dalam kondisi tersebut. Cat tembok kebanyakan formulasinya tidak dioptimalisasi dengan pengertian itu, bahkan untuk cat tembok murah, produsennya beranggapan bahwa "yang penting kelihatan kental", padahal pada saat aplikasi terjadi perubahan shear yang sangat drastis, sehingga jenis thickener yang dipakai menjadi (mungkin) tidak sesuai. Jenis thickener yang tidak sesuai ini menjadikan efek spatter terjadi, karena thickener ini tidak hold integrity komponen pembentuk cat tembok sehingga menghasilkan rheology yang diinginkan, sehingga terjadi cipratan. Dengan pemakaian thickener yang sesuai, pada saat aplikasi high shear sekalipun maka rheology tetap tercapai dan terjadi thixotropic condition, dimana spatter tidak terjadi.

    Ok, siapa tahu ada keinginan buat cat tembok nantinya. Jika mengerti, membuat (sendiri) cat tembok bagus tidak sulit dan tidak mahal sebenarnya. Buat cat tembok murah malah lebih sulit, karena nanti bersaing dengan banyak kompetitor dan ingat produsen besar mendapatkan keuntungan dari sisi bahan baku yang murah karena mereka membeli dalam quantity.

    BalasHapus
  7. sekali lagi, terima kasih atas pendapatnya yang begitu cepat dalam merespon setiap pertanyaan, semoga blog ini semakin digemari dan semakin banyak peminatnya, dan juga berguna bagi orang banyak, sekali lagi terima kasih ...

    BalasHapus