Sabtu, 04 Juli 2009

Tutorial - Cat Tembok - Bagian 4.4.6 - Bahan Baku Pembuatan Cat Tembok - Wetting Agent

Cat tembok water based disebut juga sebagai cat emulsi, dimana terdapat emulsi antara minyak dan air di dalam formulasinya. Dalam pembentukan emulsi pada masing-masing komponen pembentuknya sudah terdapat adanya emulsifier berupa surfactant pada bahan baku cat tembok, antara lain ada pada binder, defoamer, etc. Tetapi karena adanya penambahan bahan-bahan baku lain, terkadang efek emulsifikasi diantara komponen pembentuk cat tembok itu tidak cukup, karena terbatasnya surfactant yang digunakan pada komponen pembentuk cat tembok tersebut, sehingga diperlukan adanya surfactant tambahan yang berfungsi sebagai wetting, sehingga cat tembok tersebut memiliki kemampuan membasahi yang cukup, baik antara komponen pembentuknya maupun terhadap substrate dimana cat tersebut akan diaplikasikan. Pada umumnya orang menamakan bahan ini sebagai wetting agent, yang menunjukkan fungsinya untuk membasahi permukaan substrate sehingga cat tembok bisa diaplikasikan dengan baik dan mudah, tetapi sebenarnya yang dimaksud dengan wetting agent ini pada umumnya tidak lain adalah surfactant (Surface Tension Agent) juga, yang befungsi sebagai emulsifier. Dengan penggunaan emulsifier yang optimal sehingga mampu memberikan efek emulsifikasi yang cukup dalam cat tembok, maka efek wetting terhadap substrate juga akan terciptakan, dan cat dapat diaplikasikan dengan mudah oleh karenanya.

Wetting agent yang paling umum adalah dari golongan Nonyl Phenol Ethoxylate (NPE atau singkatnya NP), dimana NP 8 sampai dengan NP 13 biasanya umum digunakan. NP adalah surfactant yang nonionic yang memiliki efek wetting sangat baik dan berharga relatif paling murah diantara semua jenis surfactant lainnya. Kekurangan dari NP adalah karena dengan kesadaran akan green product, produk berbasis ethoxylate menjadi tidak preferable karena dapat mencemari/merusak lingkungan. Sebagai alternatif digunakan beberapa jenis surfactant jenis lain yang lebih ramah lingkungan, antara lain sulphosuccinate, dll.

Beberapa produsen additif wetting agent biasanya telah mengoptimalisasi jenis surfactant yang digunakan khusus untuk cat tembok, dan mereka melabelinya dengan merk tertentu tanpa menuliskan bahan baku kimia pembentuknya. Dalam hal ini mereka hanya memberikan merk dan fungsi, dosis dan optimalisasi, serta menyebutkan apakah produkny APE / APEO free atau tidak, sehingga bisa dikategorikan sebagai green product atau tidak.

Tutorial - Cat Tembok - Bagian 4.4.5 - Bahan Baku Pembuatan Cat Tembok - pH buffer

Substrate yang akan diaplikasikan cat tembok adalah beton / tembok yang dihasilkan dari lapisan semen / mortar. Seperti diketahui, sifat dasar semen adalah Alkali (basa), dengan pH diatas 7 (netral). Oleh karena itu, cat tembok yang akan diaplikasikan menempel pada lapisan semen tentunya harus memiliki sifat dasar alkali juga, karena jika tidak bersifat basa (tetapi bersifat asam) maka saat diaplikasikan bisa terjadi reaksi yang tidak diinginkan. Jika asam bertemu basa, pada prinsipnya akan terjadi reaksi asam-basa, sehingga akan mempengaruhi kualitas lapisan cat yang menempel dan juga mempengaruhi hal lain seperti terjaidnya discoloration, rusaknya polimer, dll sebagai tanda terjadinya reaksi kimiawi antar asam dan basa tersebut. Oleh karena itu hampir semua formulasi cat tembok dioptimalisasi dalam keadaan alkali, yaitu pada level pH antara 8-10. Selain itu kondisi basa ini adalah kondisi optimal dimana beberapa jenis additif akan berfungsi dan menjalankan fungsinya dalam formulasi cat tembok. Additif yang membutuhkan kondisi alkali ini adalah thickener, dimana hampir semuanya membutuhkan kondisi alkali sehingga dapat mengembang dan berfungsi dengan baik dalam formulasi cat tembok (Alkali Swellable). Oleh karena itu, dalam penggunaan cat tembok selalu digunakan pH buffer untuk membantu mengkondisikan formulasi pada rentang pH alkali yang diinginkan, yaitu di level pH 8-10.

Jenis pH buffer paling umum dan paling banyak digunakan adalah larutan Amoniak (NH3 + H20 --> NH4OH). Larutan ini ditambahkan sedikit pada saat mulai awal formulasi sehingga didapatkan level pH yang diinginkan. Selain larutan Amoniak, pada formulasi cat tembok high end biasa juga digunakan larutan Amino Methyl Propanol (AMP), yang berfungsi sebagai pH buffer sekaligus juga memberikan efek wetting pada pigment, sehingga dapat mengurangi kebutuhan dispersing agent, sehingga pada akhirnya mengurangi timbulnya bubble / foam.

Tutorial - Cat Tembok - Bagian 4.4.4 - Bahan Baku Pembuatan Cat Tembok - Defoamer

Pembuatan cat tembok, transportasi, dan aplikasi selalu membutuhkan ataupun mengalami shear (pergeseran), dan shear tersebut berpotensi menghasilkan bubble karena adanya udara yang terperangkap di dalam komponen bahan baku cat tembok tersebut. Filler dan pigment juga berasal dari bahan baku yang berbentuk solid powder yang kemudian dibasahi dengan bahan baku liquid pembentuk cat tembok, termasuk air, sehingga di dalam powder itu juga ada udara yang terperangkap yang kemudian akan release sehingga menimbulkan bubble atau foam. Hal ini tentunya tidak diinginkan, karena akan menimbulkan efek buruk pada lapisan cat yang dihasilkan. Bayangkan jika lapisan cat tersebut saat kering tiba-tiba terjadi bubble dan terbentuk di permukaan lapisan cat, tentunya akan menjadikan lapisan cat rusak / tidak indah, sehingga adanya foam ataupun bubble perlu dihindari. Untuk ini diperlukan defoamer, suatu bahan additif yang bekerja berdasarkan prinsip "inkompatibilitas" sehingga mampu mengeliminir bubble / foam yang terbentuk.

Penggunaan defoamer harus dioptimalisasikan, karena prinsip dasar formulasi cat adalah untuk melakukan optimalisasi dosis komponen-komponen bahan bakunya sehingga didapatkan lapisan cat yang mendekati sempurna. Adanya penggunaan additif yang berlebih terkadang bukan menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan masalah baru, oleh karena itu penggunaan additif juga harus dioptimalisasi sehingga didapatkan hasil yang terbaik dari formulasi cat tersebut. Analoginya adalah masakkan, dimana kalau "kurang bumbu" maka rasanya tidak enak, tetapi kalau kebanyakan bumbu, misalnya garam, maka rasanya menjadi keasinan dan tidak enak juga. Oleh karena itu dalam masakkan harus didapatkan kombinasi bumbu yang optimal, seperti halnya juga dalam formulasi cat tembok. Penggunaan bumbu yang berlebih juga tidak dianjurkan tentunya, karena bukannya menyelesaikan masalah, tetapi malah menimbulkan masalah baru.

Jenis defoamer yang terdapat di pasaran biasanya dibagi menjadi 2 macam, yang mengandung trace silicone maupun yang tidak. Bahan baku dasar untuk defoamer cat tembok umumnya adalah mineral oil, yang paling banyak dipakai adalah Parrafinic Oil. Penggunaan oil dalam defoamer ini berarti membutuhkan adanya emulsifier yang berupa surfactant agar mampu mempertahankan kondisi "minyak dalam air" yang diharapkan. Optimalisasi penggunaan surfactant dalam pembuatan defoamer sangat menentukan kestabilan defoamer yang terbentuk, sehingga pada formulasi yang optimal tidak ada kasus terpisahnya larutan minyak dengan air yang menjadi dasar dari defoamer tersebut.

Pada umumnya, pemakaian defoamer ini sangat krusial dalam formulasi cat tembok, karena selain mempengaruhi formulasi dan hasil yang diharapkan, defoamer ini jika tidak stabil juga mempengaruhi appearance dan dalam long term mempengaruhi adhesi juga. Kebanyakan produsen ternama mampu membuat defoamer dengan kombinasi surfactant yang optimal, sehingga defoamer yang dihasilkan menjadi ultra-stabil (tidak ada separasi). Sayangnya di lokal, meskipun ada produsen defoamer, umumnya kestabilan jangka panjangnya masih belum optimal.

Cara mengukur efektifitas defoamer adalah dengan menggunakan bejana density-meter, dimana pada larutan hasil formulasi kita sebelum ditambah defoamer dikocok dengan kuat pada rate tertentu, kemudian diukur densitynya, kemudian setelah ditambahkan defoamer juga diberi perlakuan yang sama. Density dari kedua percobaan ini dibandingkan untuk membandingkan efektifitas defoamer yang digunakan. Analoginya adalah, jika banyak busa setelah dikocok, tentunya density menjadi rendah (karena lebih ringan, busa adalah udara yang terperangkap dalam cairan), sedangkan jika tidak ada busa maka density lebih berat. Tanpa penggunaan defoamer tentunya busa yang dihasilkan dari formulasi cat tembok yang dikocok tersebut akan jauh lebih banyak, sehingga jika diukur density larutan setelah dikocok menjadi lebih ringan dibanding dengan yang sudah diberi defoamer nantinya.

Karena begitu besarnya pengaruh defoamer, baik dalam hal menghilangkan bubble / foam, tapi juga dalam kestabilan cat jangka panjang, maka sebaiknya pada formulasi cat tembok benar-benar menggunakan defoamer yang dikenal baik kualitasnya.

Tutorial - Cat Tembok - Bagian 4.4.3 - Bahan Baku Pembuatan Cat Tembok - Co-Solvent & Coalescent

Additif penting pada cat jenis water-borne (termasuk cat tembok) adalah penambahan solvent di dalam formulasi cat tersebut. Ada beberapa fungsi solvent dalam formulasi cat tembok, yaitu antara lain :

1. Sebagai Co-Solvent untuk memperbaiki sifat cat
Co-solvent ini berfungsi untuk memperbaiki sifat open time dan improve workability. Yang dimaksud open time adalah waktu dimana setelah cat diaplikasikan (di-rol / di-kuas) tidak langsung kering secara serta merta, tetapi ada waktu sebelum lapisan cat mengering. Karena umumnya teknik aplikasi kuas / rol selalu menghasilkan lapisan yang tumpang tindih, maka fitur ini menjadi sangat penting. Jika cat setelah diaplikasi langsung kering, kemudian bagian yang sudah kering itu terkena rol aplikasi lagi, maka warna lapisan cat akan menjadi belang (tidak setara) karena ada lapisan yang terkena rol beberapa kali, ada yang cuman 1 kali. Selain itu co-solvent juga berfungsi untuk improve work-ability, dimana mempermudah aplikasi cat ini di permukaan substrate. Ada beberapa co-solvent yang umum terdapat di pasaran, dan produk yang paling umum dipakai karena ketersediaannya dan harganya yang murah adalah Ethylene Glycol (EG) dan Propylene Glycol (PG). Beberapa formulator cat tembok juga ada yang menggunakan Kerosene atau SMT (Solvent Minyak Tanah) ex Pertamina yang bisa berfungsi sebagai co-solvent, hanya bau minyak tanah-nya sangat terasa khas.

2. Sebagai Coalescent
Seperti diketahui, latex yang dipergunakan dalam cat tembok memiliki kekerasan yang berbeda-beda. Angka yang menunjukkan kekerasan ini direfleksikan dalam satuan Tg (Glass Transition Temperature), dimana semakin besar Tg maka latex semakin keras. Jika suhu rata-rata permukaan substrate/tembok saat diaplikasi jauh lebih rendah daripada Tg latex yang dipakai sebagai binder dalam cat tembok, maka sesaat setelah aplikasi maka lapisan cat akan terkelupas atau retak-retak serta tidak terbentuk sempurna. Dalam hal ini solvent tertentu dapat membantu cat emulsi tersebut bersamaan dengan waktu yang dibutuhkan agar air (thinner cat tembok) menguap, sehingga pembentukan lapisan cat tidak terjadi serta-merta, tetapi secara terus menerus perlahan-lahan hingga tidak terjadi retak atau pengelupasan lapisan cat. Solvent ini harus tetap ada selama proses pembentukan lapisan cat sehingga terbentuk lapisan yang sempurna, oleh karena itu solvent ini harus memilik evaporation rate yang sangat lambat dan sudah pasti bahwa harus lebih lambat daripada air.

Solvent yang dimaksudkan untuk membantu pembentukan lapisan film ini disebut sebagai COALESCING AID atau singkatnya COALESCENT. Satuan suhu dimana film dapat mulai terbentuk secara aman tanpa kerusakan disebut sebagai MFFT (Minimum Film Forming Temperature) yang biasanya nilainya berbeda sedikit dari Tg latex yang digunakan, dan untuk menentukan MFFT digunakan test dengan alat tertentu, sehingga kombinasi dari latex yang digunakan vs Coalescent yang digunakan dapat dihitung secara optimum dosisnya. MFFT dari cat tembok tanpa coalescent harus ditentukan dulu melalui serangkaian test, kemudian setelah penambahan coalescent dengan dosis tertentu, MFFT-nya dihitung kembali. Umumnya formulator menghendaki setelah penambahan coalescent dengan dosis tertentu maka MFFT cat tembok yang ditest dapat diturunkan menjadi di kisaran 0 Celsius. Coalescent yang umum di pasaran adalah tipe Ester Alcohol yang memberikan keseimbangan antara efisiensi dan harga. Beberapa coalescent jenis lain memberikan efisiensi yang rendah maupun tinggi sekali, tetapi jika dihitung dengan harga satuan per dosis yang dipakai dalam formulasi, belum tentu menghasilkan efisiensi yang optimum. Salah satu jenis coalescent yang sangat efisien adalah PnB (Proplyene Glycol n-Butyl Ether), tetapi harganya jauh lebih tinggi dari Ester Alcohol, sehingga jika dikalkulasi dari sisi cost, maka Ester Alcohol akan memberikan tingkat optimum dibanding PnB.

Untuk cat tembok murah, umumnya digunakan latex dengan Tg rendah, bahkan jauh lebih rendah dari suhu ruang yang umum ada di Indonesia. Penggunaan latex dengan Tg rendah akan menimbulkan efek low coalescent demand, dimana dengan dosis sedikit saja maka MFFT akan bisa di-drop sampai mendekati 0 Celsius. Tetapi efek dari penggunaan latex Tg rendah ini adalah film yang dihasilkan kurang keras, kurang baik dari sisi toughness-nya, sehingga lebih mudah rusak. Apalagi melihat kenyataan bahwa cat yang menggunakan latex Tg rendah adalah cat tembok murah (High PVC) yang mengandung banyak filler, sehingga kombinasi semua jenis barang murah tersebut menghasilkan lapisan cat yang kurang baik performance-nya. Untuk cat tembok yang sangat High PVC, bahkan karena pemakaian latex dengan Tg sangat rendah (dibawah 10 Celsius), dimana MFFT-nya secara umum sudah dibawah suhu ruang rata-rata siang malam di Indonesia, maka tidak memakai coalescent dalam formulasi juga tidak menimbulkan efek retak atau terkelupas pada saat pembentukan film. Cat jenis ini biasanya memiliki kualitas sangat inferior, tapi karena dijual dengan harga sangat murah, maka cat tembok jenis ini adalah yang paling besar volume-nya di Indonesia. Tapi seperti kata pepatah, ada harga ada barang, maka cat tembok murah ini juga memiliki kualitas "apa-adanya". Penggunaan latex Tg tinggi pada cat tembok High PVC juga akan menghasilkan penambahan cost yang besar, karena kebutuhan coalescent bertambah tidak hanya karena kebutuhan untuk drop MFFT latex tersebut, tetapi penggunaan filler dan pigment yang banyak juga menyerap solvent dalam jumlah besar untuk membasahinya, jadi hampir tidak mungkin cat tembok murah menggunakan latex Tg tinggi karena faktor ongkos penggunaan coalescent tersebut.